Adadua macam kebiri, pertama kebiri fisik dan yang kedua yakni kebiri kimia. Sejumlah Negara yang Menerapkan Kebiri Pada Pelaku Paedofil - MerahPutih Sabtu, 11 Juni 2022
Acara puncak dies natalis IPDN yang diikuti oleh seluruh kampus IPDN daerah secara daring. Juga dimeriahkan dengan penyerahan penghargaan kepada dosen, pelatih, pengasuh dan pegawai teladan. Serta pemberian hadiah kepada pemenang beberapa perlombaan yang dilaksanakan dalam rangkaian dies natalis IPDN ini," tandasnya.
Teknologiinformasi tidak hanya dipakai dalam bidang industri ataupun ekonomi, tetapi juga dibidang pertahanan yang banyak memanfaatkan teknologi informasi untuk proses penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan. Kemajuan teknologi informasi juga menggeser hakekat ancaman yang datang dari negara (state threat) melalui penggunaan senjata
Secaraastronomis, Indonesia terletak pada 95 0 BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. artinya Posisi Indonesia berada pada daerah tropis. sehingga, Indonesia memiliki iklim tropis yang ditandai dengan suhu dan curah hujan yang tinggi Keuntungan dari letak astronomis adalah curah hujan tinggi di indonesia, cocok untuk pertanian, perkebunan.Indonesia terletak di Timur dunia, secara kenyataan di
Bilamanakebijakan pelarangan terbatas pada kaum pendatang Muslim (immigrant Muslim), disebabkan oleh ancaman kaum Muslim yang mau menerapkan Syariat Islam, maka jelas Presiden Trump keliru dalam menggunakan argumentasi.10 Faktanya, ketika kebijakan hendak diterapkan ternyata mendapatkan perlawanan dari masyarakat Muslim, dan masyarakat 8
Ajaranfilsafat hukum alam mengakui potensi individu manusia sebagai makhluk alam yang menerima anugerah alam berupa: hak hidup, hak kemerdekaan dan hak memiliki ( life, liberty, and property ). Ajaran ini melahirkan ideologi kapitalisme-liberalisme yang menghargai individualitas manusia, kebebasan/kemerdekaan dan hak pemilikan atas apa yang
5UdUNSA. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Saya bukan penggemar drakor maupun band-band Korea yang tenar dan banyak digemari itu. Namun sudah pasti mengagumi perkembangan Pop-Culture dan juga senimatografi di negeri ini, terutama setelah menonton film the tergerak mencari tahu setelah dua minggu lalu membaca artikel cukup menarik tentang fenomena gerakan yang sedang tren di Korea Selatan Korsel NoMarriage yang menentang perkawinan dan hak untuk hidup dan bahagia atas keputusan dan pilihan yang diinspirasi dari kelompok feminisme radikal ini menentang nilai dan norma di masyarakat yang patriarkhis yang masih sangat kuat mengakar di Korsel. Ketika perempuan menjadi seorang istri, ia diharapkan mampu melalukukan segala hal bekerja, mengasuh membesarkan anak, dan merawat mertua yang sudah tua misalnya, tanpa dukungan dan perhatian yang cukup dari komunitas. Mau setinggi pendidikan dan sepintar apapun perempuan, pada akhirnya 'terperangkap' pada urusan yang mematikan potensi besar yang dimilikinya. Konsep yang terdengar tidak asing dengan juga mengkritik keras konsep kecantikan yang dibangun yang berkelindan erat dengan persoalan kekerasan seksual. "Escape The Corset" adalah gerakan yang menentang konsep kecantikan tersebut. Para pengikutnya membagikan video yang kemudian viral, aksi menghancurkan make ini kurang lebih persis seperti gerakan feminisme tahun '60an-'70an dengan slogan yang terkenal "the personal/private is political". Slogan yang menekankan hubungan antara pengalaman pribadi dengan struktur sosial dan politik. Satu hal yang paling dikritik adalah struktur patriarki yang subur terpelihara dalam keluarga. Gerakan NoMarriage dipelopori oleh YouTuber, Baeck Ha-na professional muda yang bekerja sebagai accounting dan pekerjaan sampingan YouTuber di akhir pekan. YouTube channel-nya berbahasa Korea SOLOdarity atau Kehidupan Hidup Sendiri. Mereka punya slogan 4B atau "Empat Tidak" tidak berpacaran, tidak melakukan seks, tidak menikah, dan tidak mengasuh anak. Tidak ada data resmi berapa banyak yang turut dalam gerakan ini, menurut artikel di sini diperkirakan ada 4000-an anggota. YouTube Channel yang menyuarakan ini disebut diikuti oleh puluhan ribu dan norma social yang partiarkhis yang mengakar di masyarakat, dan mensubordinasi perempuan digambarkan pada film yang sedang hit saat Ji-young, Born 1982 -semoga ada kesempatan menonton dalam waktu dekat- yang bercerita tentang perempuan Korsel yang keluar dari pekerjaannya karena menikah dan susah payah membesarkan anak tanpa dukungan yang cukup, namun sebaliknya harus menghadapi tekanan-tekanan soal standar dan norma patriarkhis yang kuat berlaku di review yang saya baca, banyak yang memuji film ini terutama menggambarkan dengan aktual dan kritis situasi yang dihadapi perempuan di Korsel. Disebutkan di artikel ini juga, menurut search engine terkemuka di Korsel, penonton perempuan setelah menonton film ini rata-rata memberi rating 9 point dari 10 sedangkan laki-laki ini membuat pemerintah resah yang sedang menghadapi situasi angka kelahiran anak/bayi paling rendah dan pengurangan dana besar-besaran untuk skema pension, implikasi dari usia produktif yang terus berkurang dan usia tua yang rata-rata melahirkan di Korea Selatan Korsel berada di tingkat bawah negara-negara Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi/Organization for Economic Co-operation and Development OECD di wilayah Asia Pasifik sejak data Bank Dunia, Korsel dan Puerto Rico adalah negara dengan rata-rata kelahiran terendah pada tahun 2017 yaitu tujuh anak-anak per 1000 orang/penduduk. Diikuti oleh Jepang dan Hong angka kelahiran ini sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini terutama perempuan. Belum diketahui persis dampak dari kampanye di atas namun cukup membuat pemerintah semakin khawatir. Laporan penelitian menunjukkan semakin banyak perempuan tidak percaya bahwa menikah adalah keharusan. Tahun 2010, perempuan di Korsel menjawab menikah adalah keharusan, dan 2018 turun menjadi Fenomena sosial dan kebijakan terkait pertumbuhan penduduk ini menarik. Dan saya menemukan artikel bagus yang mengulas tentang kebijakan pengendalian penduduk ini dalam kerangka pembangunan dan perspektif ekonomi di Korsel. Artikel ditulis oleh Sunhye Kim, Postdoctoral Fellow, dapat diunduh dan dibaca di sini. Fokus artikel ini lebih pada teknologi reproduksi sebagai alat untuk mengendalikan populasi dan bagaimana kebijakan kelompok pro-natalist membahayakan kesehatan reproduksi perempuan di Korsel, namun paling tidak cukup membantu kita memahami dinamika yang saat ini terjadi di dan latar belakang singkatKorsel adalah salah satu negara yang menerapkan kebijakan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk sebagi bagian dari pembangunan ekonomi di bawah rejim otoriter dari tahun '60-an sampai '80-an. Sebelumnya menggugurkan kandungan sangat dilarang kecuali pada situasi yang sangat khusus dan diatur pada Undang-Undang Hukum periode ini menggugurkan kandungan dapat diterima bahkan direkomendasikan oleh kelompok kebijakan anti-natalist yang dituangkan pada agenda 5 tahun untuk pembangunan kandungan dilakukan tanpa larangan dan penghukuman dan berjalan selama kurang lebih 50 tahun. Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menerima dana Internasional Asing pada kurun waktu tahun '60-an dan ' kebijakan pengguguran kandungan dapat dikatakan dengan dasar pertimbangan politik dan ekonomi dari pada berhubungan dengan kepercayaan agama maupun landasan berubah drastis pada tahun 2000-an ketika tingkat kelahiran bayi semakin rendah. Pada tahun 2005 mereka menerapkan master plan untuk mencegah pengguguran kandungan yang illegal, semata-mata untuk meningkatkan jumlah pertumbuhan penduduk melalui tahun 2018, pemerintah menambah sanksi bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan pengguguran kandungan selain hukuman kurungan, juga dengan penghentian ijin praktek bagian dari komitmen, the Korean College of Obstetrics and Gynaecology menghentikan kegiatan pengguguran kandungan. Para aktifis feminist melakukan protes dan advokasi untuk pengguguran kandungan yang aman dan pada praktek di lapangan, mereka berpendapat kebijakan ini menyebabkan menjamurnya tindakan pengguguran kandungan yang tidak aman dan membahayakan tahun 2005 juga, pemerintah menerapkan sebuah kebijakan nasional tentang rendahnya tingkat kelahiran di masyarakat yang menua The Framework Act on Low Birth Rate in an Aging Society. Mereka mengalokasikan lebih dari USD 100 billion setara satu trilyun lebih rupiah untuk kebijakan promosi kelahiran dalam rentang 10 tahun dan pengambil kebijakan menyadari bahwa merespon turunnya angka kelahiran penduduk tidak bisa diatasi tanpa kebijakan yang berbasis gender serta memberi perhatian khusus pada ketimpangan antara bekerja dan peran sebagai ibu rumah mendukung upaya kebijakan yang lebih ramah untuk pengasuhan anak, kesehatan sebelum dan paska persalinan yang lebih baik serta work-family balance, hidup yang seimbang antara bekerja dan berumah tangga. President Moon Jae-in menyatakan akan menerapkan kebijakan yang lebih ramah keluarga, dan dukungan kebijakan bagi orang tua ibu pemerintah menerapkan kebijakan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, seperti memperpanjang masa cuti ibu melahirkan dan paternity leaves untuk suami/ayah, dukungan dana bagi pasangan yang tidak subur dan manfaat childcare namun dari sisi indikator kesehatan sepertinya tidak lebih ibu melahirkan dan bayi meningkat, dimana data tahun 2014 menunjukkan rasionya adalah per 100 ribu kelahiran, dimana angka ini tinggi dibandingkan negara-negara OECD dengan rata-rata Dan juga angka berat badan bayi yang rendah meningkat lima kali lipat pada 20 tahun periode dimana promosi kelahiran gencar dilakukan sebagai bagian dari agenda politik yang sangat penting, menterjemahkan kembali indikator kesehatan reproduksi masih merupakan agenda yang tak kalah penting untuk ditinjau ini untuk memastikan kebijakan yang mendukung kelahiran atau pertambahan penduduk memberikan perlindungan kesehatan reproduksi perempuan sebagai hak asasi manusia yang paling Gender adalah Kunci Menumbuhkan kesetaraan gender melalui pembagian peran di dalam keluarga sangat penting terus didorong agar perempuan juga dapat mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Ini temuan dan rekomendasi penting dari laporan International Labor Organization ILO, A Quantum Leap for Gender Equality For a Better Future of Work for All Maret 2019.Secara global, hampir 22% perempuan usia kerja atau sekitar 647 juta melakukan unpaid work pekerjaan rumah tangga, dan yang terkait pengasuhan anak secara penuh waktu dengan tingkat paling tinggi di negara-negara Arab sebanyak 60%. Sebagai perbandingan, hanya 41 juta laki-laki atau dari mereka melakukan unpaid work penuh pekerja juga melakukan lebih banyak pekerjaan rumah tangga. Lebih lanjut lagi, perempuan melakukan lebih dari sepertiga waktunya dan menghabiskan kurang lebih 4 jam, 25 menit setiap hari dibandingkan laki-laki yang hanya 1 jam, 23 menit. Akibatnya, karena situasi ini perempuan seringkali memilih untuk tidak mengambil kesempatan lebih di dunia kerja yang tentu saja akan menghambat sosial yang muncul di Korsel menggambarkan tentang ketimpangan gender yang mengakar di masyarakat. Penolakan keras terhadap institusi perkawinan karena hanya akan mematikan potensi perempuan merupakan perlawanan yang menarik untuk menguji bagaimana norma sosial akan berubah yang kemudian diterjemahkan atau direspon melalui kebijakan publik. Apakah ini berhasil? Kita lihat story dari gerakan sosial di Korsel ini, kesetaraan gender adalah kunci. Sudah seharusnya pilihan menikah atau tidak dilindungi sebagai hak mendasar manusia, baik perempuan maupun laki-laki untuk bebas dari penindasan, diskriminasi, subordinasi. Kebijakan negara diletakkan atas dasar perlindungan hak warga negara yang paling mendasar. Bahagia, sehat dan memaksimalkan potensi memang sudah semestinya menjadi tujuan bagi keberlangsungan hidup manusia di bumi ini. 1 2 3 4 5 Lihat Sosbud Selengkapnya
Mahasiswa/Alumni Universitas Lampung30 Januari 2022 0530Halo Juliawan J, kakak bantu jawab ya. Kebijakan Orde Lama, yaitu kebijakan pro-natalis, yang artinya bahwa pertumbuhan penduduk dianggap sebagai generasi pengganti akibat dari tingkat kematian yang terlalu tinggi. Sedangkan kebijakan orde baru yaitu kebijakan antinatalis Program kependudukan dan keluarga berencana bertujuan turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk. Untuk lebih jelasnya yuk pahami penjelasan berikut Kebijakan kependudukan dibedakan ke dalam dua tujuan. Pertama, kebijakan yang bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Kedua, kebijakan yang bertujuan pada perbaikan tingkat sosial dan ekonomi, seperti pengaturan migrasi, kebijakan pelayanan terhadap penduduk usia lanjut, serta kebijakan-kebijakan berkualitas yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi. Kebijakan kependudukan yang berorientasi secara umum sifatnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebijakan kependudukan yang pronatalis dan kebijakan kependudukan yang antinatalis. Kebijakan kependudukan yang dianut pada masa awal kemerdekaan atau Orde Lama, yaitu paham pro-natalis, yang artinya bahwa pertumbuhan penduduk dianggap sebagai generasi pengganti akibat dari tingkat kematian yang terlalu tinggi. Hal ini juga berkaitan dengan obsesi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, tetapi parameternya adalah jumlah penduduk yang besar. Kebijakan antinatalis. Kebijakan ini mempunyai tujuan untuk menurunkan angka kelahiran. Negara-negara yang menjalankan program KB termasuk ke dalam kelompok negara yang antinatalis. Pada masa orde baru menganut kebijakan antinatalis dengan mencangkan program keluarga berencana KB. Program kependudukan dan keluarga berencana bertujuan turut serta menciptakan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan pengendalian penduduk. Dengan demikian diharapkan tercapai keseimbangan yang baik antara jumlah dan kecepatan pertambahan penduduk dengan perkembangan produksi dan jasa Semoga membantu yaa…
negara yang menerapkan kebijakan pro natalis